Rabu, 03 April 2013

KATA SEDERHANA


Entah apa atau siapa 
Aku berharap bisa menyebutmu dengan satu kata sederhana
Dan penjelasan singkat yang penuh makna
Sesederhana kata jingga untuk menggambarkan sore yang dihiasi mata hari terbenam dan istana awan yang megah
Sesederhana kesejukan yang menjelaskan betapa bumi bersyukur  saat hujan turun di permukaannya yang kering
Sesederhana kata kidung mesra yang menyanyikan bisikan malu ilalang saat angin mengajaknya menari
Sederhana kata cinta untuk melukiskan betapa hangat saat bibir mu mengecap lembut keningku
Atau sederhana kata riuh untuk menggambarkan kemesraan antara ombak yang saling berpacu mencumbui bibir pantai
Lama aku diam terpaku untuk mengenali mu
Mengingat miliaran kata yang ada di dunia
Ternyata tidak ada kata yang bisa menggambarkan mu karena begitu sederhana kata-kata itu
Tak cukup untuk memaknai betapa kau sangat istimewa untukku 
Karena kau adalah keajaiban Tuhan yang tercipta hanya untukku....


=dianebat=
061012

Jumat, 16 Maret 2012

WAY

Hey, pernahkah kau terjaga dipagi buta dan dibenakmu langsung terlintas pertanyaan “apakah yang akan memisahkanku dengan kekasih ku yang mencintai ku melebihi apapun di dunia ini?”
Saat kau sadar betapa dia sangat memujamu dan mengagungkanmu, kau mulai merasa berada diatas angin dan di sudut bibirmu tersungging senyum keangkuhan.
Kau makin larut mengikuti ego dan nafsumu tanpa merasa bersalah sedikitpun padanya.
Kau terlena melakukan dosa yang satu dan diikuti dengan dosa-dosa selanjutnya.
Kau membalas kasih sayangnya yang sehangat mentari pagi dan selembut salju dengan penghianatan-penghianatan yang selalu dimaafkannya.
Percayalah, kau tidak akan pernah merasa dia begitu berarti sebelum kau benar-benar kehilangannya dan tak ada jalan kembali padanya.
Percayalah, maut adalah perpisahan yang lebih mudah kau terima dari pada kau melihatnya tapi kau tak dapat lagi menyentuhnya.
***
Seperti biasa Ganda menjemputku pulang kuliah. Tidak banyak hal yang kami bicarakan. Ganda adalah cowok yang tidak pernah punya bahan obrolan. Jika kami bersama pasti hanya aku yang banyak bercerita dan apabila aku sedang malas bercerita kami hanya diam.
Dua tahun kami menjalani hubungan ini. Aku mulai merasa bosan, dia adalah orang yang tidak pernah membuatku tertawa, atau membuat hari-hari spesialku terasa berbeda atau kebahagiaanku menjadi sempurna.
Jenuh!! Itulah perasaan yang mulai tumbuh subur sehingga hubungan kami menjadi aneh. Aku hanya mau bertemu dia saat berangkat dan pulang kampus. Selebihnya aku lebih senang bersama teman-teman atau menghabiskan waktuku sendiri.
Suatu hari, aku bertemu dengan seorang cowok bernama Radit. Fisikly dia tidak lebih baik dari pada Ganda, tapi selebihnya dia menarik bagiku. Dia memiliki cara yang unik untuk mengajakku berkenalan. Entah mengapa aku langsung memberinya no handphone walaupun baru pertama kali bertemu. Aku belum pernah seramah ini pada cowok asing. Tapi kali ini benar-benar beda.
Sejak itu aku sering berhubungan dengan Radit walau hanya lewat telpon. Aku bisa mengobrol lama-lama dengannya. Hal yang hampir tidak pernah ku lakukan dengan Ganda. Radit punya sejuta bahan obrolan. Dia bisa membuatku tertawa dan tidak berhenti tertawa dengan kelucuan-kelucuan yang dibuatnya. Saat bersamanya aku merasa waktu begitu cepat berlalu. Radit bisa membuatku merasa begitu spesial.
Aku begitu leluasa bertemu dengan Radit tanpa takut ketahuan Ganda. Aku sangat tau bahwa Ganda tidak akan pernah bertanya aku dimana atau sedang apa. Jika aku sedang tidak ingin bertemu dengannya aku cukup menjawab ”tidak“ dan dia tidak akan memaksa.
Hampir 2 minggu ini aku lebih sering menghabiskan waktu dengan Radit.
’’Kalau kamu jalan sama aku, pacar kamu marah gak Hen?“ tanya Radit saat kami sedang makan.
”Gak kali,” jawabku cuek.
”Kamu tuh cewek aneh, nggak peduli sama pacar sendiri,” komentarnya.
”Biarin akh, aku bosan,” jawabku singkat.
”Kok gitu sih?”
”Kalau kamu mau ngomongin dia aku pulang aja,” ancamku.
”Nggak Henny, aku cuma nanya,” jawabnya sambil memegang tanganku.
Yah, begitulah. Semakin hari aku semakin larut dengan Radit. Aku mulai jatuh cinta padanya. Dia adalah sosok cowok yang aku suka dan idamkan. Dia membuat hari-hariku lebih berwarna, aku tidak peduli hal lainnya selain dia. Hingga akhirnya suatu hari Radit menyatakan cinta padaku. Tanpa pikir panjang aku menerima cintanya.
***
”Gan, kita putus aja ya?” pintaku pada Ganda.
Dia terdiam dan sepertinya dia juga kaget dengan apa yang baru saja ku katakan. Dia menatapku lama sehingga membuatku sedikit merasa bersalah.
Lama dia terdiam hingga akhirnya angkat bicara.
”Apa kamu yakin dengan keputusan kamu?” tanyanya datar.
Aku tau kali ini dia berusaha keras menyembunyikan perasaannya. Tapi aku sudah terlanjur memutuskan dan tidak mungkin membatalkannya. Aku rasa aku tidak akan begitu terpengaruh dengan kesedihannya karena aku sudah punya Radit.
Selang beberapa menit Ganda pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku yakin dia baik-baik saja karena Ganda bukan orang yang mudah terpancing emosi. Hidupnya begitu datar, kadang aku merasa dia adalah manusia tanpa emosi. Tapi jujur, aku sedikit merasa bersalah karena meninggalkan dia demi Radit. Tapi sudahlah, aku merasa pantas mendapatkan kebahagiaan yang selama ini tidak ku dapat darinya.
***
Dua bulan telah berlalu, hubunganku dengan Radit rasanya makin baik. Dia begitu memanjakanku. Berkali-kali dia memberikan kejutan yang tak ku duga. Aku benar-benar bahagia bersamanya. Sementara Ganda tidak pernah ku dengar kabarnya. Dia menghilang entah kemana. Pernah ku bertanya pada temannya, tapi mereka tidak ada yang tau. Dan aku tidak mencari tau lebih lanjut tentang dia karena sudah ada Radit yang lebih baik darinya.
Suatu hari Radit pamit padaku karena dia ada pekerjaan di luar kota.
”Kamu harus selalu kasi kabar ya,” pintaku.
”iya sayang’” jawabnya sambil mengecup lembut keningku.
Tapi ternyata setelah 2 hari Radit sama sekali tidak memberi kabar. Berkali-kali aku menelponnya tapi nomornya tidak aktif. Hingga suatu pagi yang suram akhirnya seseorang menjawab telponku.
”Halo,” sapa seseorang diseberang sana.
”Halo, maaf Raditnya ada?” jawabku sedikit gugup karena yang mengangkat telpon adalah seorang wanita.
”Radit lagi mandi,” jawab suara diseberang sana.
”Oh, ini siapa ya?” tanyaku lagi.
“Aku tunangannya Radit!”
Aku tersedak dan rasanya hampir muntah. Aku tidak percaya dengan apa yang barusan ku dengar.
“Kamu pacarnya Radit ya?” tanya suara di seberang sana datar.
“Bu..bukan,” jawabku gugup.
“Udah ngaku aja, aku nggak kaget kok kalau kamu memang pacarnya Radit soalnya kamu bukan satu-satunya pacar Radit. Sepagi ini aja udah ada tiga cewek yang nelpon dia,” jelasnya yang membuatku hampir pingsan mendengarnya.
“tapi aku bukan pacarnya,” jawabku berusaha menghindar.
“Baguslah, berarti kamu cukup pintar untuk tidak termakan kata-kata Radit. Tiga tahun aku bersama dia, udah nggak kehitung berapa kali dia punya pacar lagi dibelangku,” terang suara itu lagi.
Aku sudah tidak mau mendengar kata-kata perempuan itu. Semuanya sudah cukup menyakitkan.
Berkali-kali aku menelpon ulang berharap Radit mengangkat telponku dan menjelaskan semuanya. Aku butuh penjelasan langsung darinya, tapi dia tidak pernah menjawab telponku. Hingga seminggu berlalu dia baru menghubungiku.
”Tolong jelaskan, apa benar perempuan yang mengangkat telponku kemarin adalah tunangan kamu?” tanyaku penuh emosi.
”Iya, dia tunanganku,” jawabnya datar.
”Dan aku...” dadaku benar-benar sesak sehingga aku tidak bisa berkata-kata lagi.
”Hen, kamu harus tau kalau aku tidak bahagia sama dia, aku lebih mencintai kamu,” ujarnya.
Aku tidak sanggup berkata apa-apa lagi dan menutup telponnya lalu menangis sesungutan. Aku benar-benar tidak sanggup menahan rasa sesal yang datang bertubi-tubi. Aku hampir muntah mengingat semua kata-kata manis dan kenangan-kenangan dengan Radit. Ternyata semuanya palsu, dan dia sudah berhasil menipuku.
Tiba-tiba aku teringat sosok Ganda. Rasa bersalah mengerumuni hatiku, kurang lebih aku sudah melakukan hal yang sama padanya. Dan apa yang ku alami saat ini adalah karma atas apa yang ku lakukan pada Ganda. Rasanya ingin menunduk di depannya dan meminta maaf dengan sepenuh hati.
Akhirnya aku sadar bahwa dialah orang yang tidak pernah membuatku sedih, dialah yang tidak pernah berbohong, dialah yang benar-benar mencintaiku dan selalu ada saat aku membutuhkannya.
Dia tidak pernah membuat hari spesialku terasa istimewa tapi dialah yang membuatku selalu istimewa dengan selalu ada untukku. Dia tidak pernah menghibur saat ku sedih tapi dialah yang selalu menyelesaikan masalahku dan mengusap airmataku. Dialah yang selalu mendengarku dan tidak pernah berhenti mendengar semua caci makiku saat aku sedang kesal pada siapa dan apapun. Dia tidak pernah menghindariku, dia tidak pernah meninggalkanku. Aku benar-benar telah menjadi orang jahat meninggalkan Ganda untuk Radit.
***
Satu tahun telah berlalu, hingga suatu sore yang basah di penghujung tahun. Sebuah suara lembut memanggil riang namaku. Suara yang sudah lama tak ku dengar.
Ku palingkan wajah ke arah datangnya suara itu, Ganda.
”Hey apa kabar?” tanyanya dengan senyum mengembang.
Dia terlihat berbeda dengan yang ku lihat terakir kali. Dia terlihat lebih bahagia dan wajahnya berseri-seri, jauh lebih baik dari apa yang ku kira.
“Hey, kabar baik,“ jawabku berusaha bersikap wajar, rasanya ingin menghambur ke pelukannya seperti yang selalu ku lakukan jika ingin menangis.
’’kamu terlihat kurus,“ ujarnya lagi.
Aku hanya membalas dengan senyum tipis.
“Kamu kemana aja?” tanyaku.
“Hhhmmm, went somewhere to find my self,” jawabnya dengan senyum tipis.
“Have you find it?”
“Yup,” angguknya.
“Tapi aku punya hutang masa lalu yang harusnya aku katakana dari dulu. Maaf aku baru bisa mengatakannya sekarang karena dulu aku tidak punya kesempatan mengatakan ini,…” perkataan Ganda terhenti karena ada seorang wanita yang datang tanpa kami sadari dan tiba-tiba menggandengnya dengan mesra. Wanita yang cantik dengan rambut panjang dan terlihat pintar.
“Hun, aku udah selesai ayo pulang,” ujar wanita itu.
Ganda yang juga kaget langsung memperkenalkan wanita itu padaku.
”Hen, kenalkan ini Yolanda.”
Yolanda langsung mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri. Setelah itu mereka langsung berlalu. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari mereka, entah apa yang mereka bicarakan tapi aku lihat Ganda begitu bahagia bersama Yolanda.
Tiba-tiba hatiku terasa sangat sakit dan aku tersandar dengan air mata yang mengalir deras. Dengan mata basah ku baca pesan singkat di handphone ku, “Aku masih punya hutang masa lalu yang belum sempat ku katakan. Henny, kamu adalah cinta pertamaku dan maaf karena aku tidak tau bagaimana cara membuat kamu bahagia. Kamu punya tempat yang khusus di hati ini walaupun masa-masa itu tidak akan terulang lagi. Maaf.. #Ganda#”
Ternya cinta bukanlah soal dia bisa mengajakmu makan malam romantis atau memberimu bucket mawar beraneka warna atau membuaimu dengan kata-kata pujian yang membuatmu terbang ke awang-awang.
Semua orang mencintai dengan caranya sendiri. Mungkin begitulah cara Ganda mencintaiku. Cinta yang tidak banyak bicara, hanya mendengar, diam dan semuanya terselesaikan.
***
Pekanbaru, 13 Desember 2011
Alone in my room

Tentang Ku

12 November
Rasanya seperti mimpi melihat dia yang telah lama pergi tiba-tiba berada di hadapanku dan menjabat tanganku dengan erat. Tidak jauh berbeda dengan dia yang ku lihat pertama kali 3 tahun yang lalu. Rambutnya masih gondrong, kulitnya masih sawo matang dan wajahnya masih tetap menentramkan hati. Sammy, dia telah kembali.
2 Desember
Pertemuan kedua setelah lama tak berjumpa. Malu rasanya memaksa seseorag yang tidak begitu mengenalku untuk datang sekedar mium jus di sebuah warung tenda. Apa lagi menggunakan sahabatnya sendiri sebagai perantara untuk menghubungkan ku dengannya.
Dia datang, dengan senyum tipis yang sudah terekam dalam memoriku sejak 3 tahun yang lalu. Senyum itu mengingatku pada saat pertama kali melihatnya. Dia satu-satunya orang yang sama sekali tidak mempedulikankan kehadiranku. Sikap dingin yang membuatku bukannya merasa benci tapi penasaran. Hanya padanya aku tidak menemukan cara bersikap wajar agar kehadiranku tidak mengalihkan tatapan mata elangnya.
Tadi, dia hanya berada beberapa jengkal di hadapanku. Aku hanya menikmati wajahnya dengan sudut mataku yang tidak bisa menyembunyikan binar bahagia itu. Aku benar-benar menikmatinya.
15 Desember
Karena sebuah pekerjaan, aku mengunjungi kantornya. Ku temukan dia sedang duduk santai di ruang dokumentasi yang dipenuhi oleh file-file. Seperti biasa, aku mengusik semua orang yang ada di sana dan ku cuba beranikan diri untuk mengusiknya juga. Aku menarik ikat rambutya sehingga rambut gondrong nya terurai.
Dia hanya tersenyum, hhhmmm masih dengan senyuman yang itu. Ya Tuhan bisakah aku bersamanya atau memilikinya untuk beberapa saat? Doa yang aneh, doa yang selama 3 tahun ini tidak pernah ku panjatkan karena itu terasa sia-sia. Tapi entah mengapa detik itu terucap begitu saja.
1 Januari
sebuah sms dengan isi yang sangat singkat tertera di hp ku, hanya kata "hai". Tapi kata itu membuat hatiku melambung hingga langit ke tujuh. Aku gak bisa gambarkan perasaanku, yang jelas sabtu ini aku akan ”berkencan” dengannya...horrrrraaaaaayyyyyy....

5 Januari
Pertemuan yang singkat tapi sangat berkesan. Oh my lovely long hair man, tau gak sih kalau kamu itu sweet banget. Tau nggak sih kalau jantungku mau copot saat kamu menatap ku. Tau nggak sih kalau aku terkesima melihat senyummu. Gak mau tau bagaimana caranya, suatu hari kamu harus tau (^_^)
10 Januari
Suaramu seperti pedang tajam yang menebas hatiku. Membuatnya terluka parah dan hampir mati.
Aku benar-benar tak kuasa menahan deburan ombak kekecewaan saat kau menceritakan tentang seortang wanita yang kau cintai dan membuatmu kembali kesini. Ternyata kau kembali untuk seseorang. Sungguh pengorbanan yang sangat besar walaupun akhirnya dia meninggalkanmu. Tapi aku bisa melihat jelas dimatamu bahwa kau begitu mencintainya. Dan entah mengapa hatiku sakit karena itu.
20 Januari
Taukah kau lelaki gondrongku, bahwa sebenarnya aku tidak suka mendengar ceritamu tentang wanita itu. Aku tidak suka melihat raut sedih di wajahmu. Ku mohon menangislah di depanku dan akan ku seka air matamu agar kau tau bahwa kau juga dicintai.
23 Januari
Baru saja kau kembali, tapi sudah harus pergi lagi. Walau tak setiap hari bisa melihatmu, aku merasa sangat senang kau disini. Walau jauh aku yakin selalu mendengar detak jantungmu. Dan mungkin itu tak kan lagi ku dengar jika kau tak disini. Tapi aku tidak punya daya apa-apa untuk menahanmu.
1 Februari
Seharusnya malam ini aku menggoreskan tinta ini dengan senyuman suka ria karena akhirnya kami ”jadian”. Tapi malah sebaliknya, aku menulis dengan linangan air mata karena itu hanyalah pura-pura. Aku berharap ini nyata tapi mungkin inilah cinta, harus dimulai dengan cara apapun semoga kelak dia menjadi milikku seutuhnya. Tuhan, Engkau tau aku begitu mencintainya. Jika aku bisa memilikinya dengan cara seperti ini maka kuatkan aku menjalaninya.

Aku tak kuasa melanjutkan membalik lembaran diary coklat tua itu. Aku tidak sanggup mengetahui isi hati gadis yang selalu tersenyum untukku itu. Alangkah jahatnya aku yang telah mempermainkan gadis lugu yang mencintaiku dengan cara yang tidak ku mengerti.
Setelah kepergianku meninggalkan Maya, kami masih sering berkomunikasi lewat telpon. Tak jarang ia terbangun di tengah malam karena aku ingin mengobrol dengannya tentang Rara, wanita yang ku cinta setengah mati. Dia dengan sabar mendengarkankan semua keluh kesahku. Hanya padanya ku tumpahkan semua, hanya padanya ku luapkan isi hatiku.
Hingga suatu hari aku meminta bantuannya untuk berpura-pura menjadi pacarku agar Rara merasa cemburu. Tadinya aku merasa ide itu sangat gila tapi dia malah setuju. Dia melakukan perannya dengan sangat baik hingga membuat Rara merasa cemburu.
Suatu hari Rara datang padaku dan memohon agar aku meninggalkan Maya. Saat itu dia berkata bahwa ia menyesal telah meninggalkanku. Pada akhirnya dia sadar aku melakukan semua ini untunya, termasuk menyeret Maya ke dalam kisah cinta yang ku anggap palsu.
Dua hari yang lalu, aku kembali ke kota ini untuk menyampaikan kabar gembira. Berkat dia aku dan Rara akan menikah bulan depan.
Tapi, semua sudah terlambat. Aku menemukan Maya terbujur kaku dengan berbagai macam alat kedokteran terpasang di tubuhnya.
Penyumbatan darah ke otak membuatnya koma sejak seminggu yang lalu. Pantas dia tidak pernah lagi mengangkat telponku atau membalas sms ku. Dan itulah yang menjadi alasan mengapa aku datang untuk menyampaikan langsung padanya kabar gembira ini.
Secercah harapan muncul dihatiku saaat melihat matanya terbuka. Ia menatapku dan air mata mengalir di sudut matanya yang sayu. Tidak sepatahkatapun terucap hingga mata itu kembali tertutup untuk selamanya.
***
Tembilahan, 8 Juni 2011



Alone, in my room

It’s Called Desteny

Sore yang cerah di pertengahan November. Yah, disinilah aku, di kota ini, di taman ini dan dibangku ini. Tidak banyak yang berubah dengan tempat ini. Hembusan angin sepoi yang begitu dingin menusuk sampai ke tulang membuai dan memaksaku untuk menutup mata merasakan energinya mengalir hingga ke rongga dada. Tidak terasa sudah hampir lima tahun aku meningggalkan kota ini dan karena alasan pekerjaan aku kembali ke kota tempatku pernah menimba ilmu ini.
Ku buka notebook yang sedari tadi hanya tergelatak disampingku. Begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan apa lagi besok adalah meeting penting dengan salah satu kliant terbesar perusahaan adverticing tempatku bekerja. Dan di sini adalah tempat yag tepat untuk mencari inspirasi.
Saking seriusnya aku sampai tidak sadar seorang anak kecil yang berumur lebih kurang tiga tahun tengah memperhatikan ku dengan serius. Ku angkat kacamataku yang melorot sembari menyapanya dengan hangat.
“Hai sayang, dimana mamanya? Kamu tersesat?” tanyaku sambil mencolek dagunya.
Dengan tersipu-sipu dia menggeleng dan menunjuk susu kotak yang ada disebelah ku. Aku mengerti pasti dia menginginkan susu itu. Salahku menyukai susu yang biasa diminum oleh anak kecil, padahal dulu aku sama sekali tidak suka minum susu.
”Pasya...” panggil suara seorang pria dari arah sampingku. Dengan cepat anak itu menoleh kea arah datangnya suara dan berlari menuju pemilik suara itu.
Dan alangkah kagetnya saat aku mengenali pemilik suara itu. Mataku tak berkedip menatap sosok jangkung yang terlihat sedikit agak gemuk dari pada saat terakir aku melihatnya 5 tahun yang lalu.
”Gaza...” bisikku tertahan.
Sementara dia juga tidak kalah kaget melihatku tiba-tiba ada dikota ini setelah pergi tanpa pamit padanya sebulan sebelum pernikahan kami digelar.
Dengan langkah tertahan kami berjalan saling mendekat. Tidak tau harus bersalaman atau berpelukan. Kami hanya saling memandang mencoba membaca isyarat apa yang terpancar untuk dilakukan selanjutnya. Hingga akhirnya Gaza menyodorkan tangannya. Dengan sedikit kikuk ku sambut jabatan tangannya namun mataku tidak bisa lepas dari wajahnya.
“Anak yang imut,“ kataku mencoba bersikap sewajar mungkin.
“Iya,“ jawabnya singkat sembari tersenyum tipis.
Senyuman itu selalu menghias wajahnya yang terlihat angkuh. Dan itu tidak pernah berubah sejak ku mengenalnya pertama kali. Kadar senyuman itu masih sama.
“Ada apa kemari?“ tanyanya setelah kami sama-sama terdiam beberapa saat.
”Oh kebetulan ada kerjaan,” jawabku dengan sedikit tawa kecil.
”Nginap dimana?”
”Di hotel itu,” jawabku sambil menunjuk ke hotel yang tidak jauh dari taman ini.
”Oh baiklah, senang bertemu lagi,” katanya datar lalu menggendong anak kecil yang tadi ku berikan susu kotak.
”Masih minum susu ini rupanya?” katanya lagi sambil mengedipkan mata lalu beranjak pergi meninggalkanku yang mematung di taman itu. Ada kebencian ku lihat di mata itu.
Gaza, adalah cowok selalu yang menemaniku sejak awal kuliah hingga bekerja selama dua tahun di kota ini. Dia adalah sahabat terbaikku pada awalnya hingga akhirnya kami saling jatuh cinta dan sepakat untuk pacaran.
Hubungan kami sangat baik, bahkan teman-teman menobatkan kami sebagai pasangan paling serasi saat itu. Walau terkesan angkuh dan arogan, dia adalah sosok pria yang baik hati dan tidak terlalu banyak omong namun dingin. Awalnya aku sangat menyukai sikapnya itu. Karena pada dasarnya aku tidak suka pria yang banyak omong dan menggurui.
Di depan Gaza aku bebas menjadi apa saja. Dia pintar dan tau banyak hal. Dia adalah kamus besar dan remainder yang paling tepat waktu. Kebersamaan kami sangat sempurna sehingga tidak terasa kami telah berhubungan lebih dari 5 tahun.
Orangtuaku mulai mempertanyakan keseriusan kami, apalagi kami sudah sama-sama bekerja dan memasuki usia yang cukup untuk menikah. Dengan semangat kami mempersiapkan segala sesuatu untuk menyongsong pernikahan yang sudah ditentukan harinya.
Namur saat rencana itu sudah terealisasi hampir 75%, perasaanku tiba-tiba berubah 180 derjat. Aku mulai menyadari betapa hambarnya hubungan kami. Memang dia selalu ada saat aku membutuhkannya dan setia mendampingiku dalam kondisi apapun tapi aku tidak bisa pungkiri itu hanya membuatku bahagia pada 2 tahun pertama. Setelah itu hubungan kami datar dan hámbar seperti teman biasa.
Ada atau tidak ada dirinya bagiku sama saja. Dia tidak lagi menjadi orang yang selalu ku tunggu kehadirannya. Bahkan moment-moment pentingku tidak pernah ku rayakan dengannya. Dia tidak pernah melakukan hal yang romantis. Saat bersamanya tidak ada kebahagiaan yang terasa spesial dan kesedihan tetap menjadi kesedihan.
Begitu dahsyatnya keraguan yang muncul hingga suatu hari aku menulis surat singkat dan meninggalkan kota ini untuk selamanya. Aku tidak sanggup mengatakan ini langsung padanya. Aku tidak akan sanggup melihat dia sedih. Tapi aku mencoba realistis untuk tidak memaksakan diri mengakhiri hubungan ini di pelaminan. Lebih baik meningalkannya sekarang dari pada setelah menikah nanti.
Dan kini ku rasa dia sudah menemukan penggantiku dan memiliki seorang anak laki-laki yang imut.
***
Pagi ini dengan semangat aku dan seorang rekanku memasuki ruang meeting perusahaan besar di kota ini yang memakai jasa kami untuk mempromosikan produk mereka. Aku duduk dengan tenang dan sedikit berbasa-basi dengan anggota meeting dari perusahaan itu.
Namun suasana hatiku tiba-tiba berubah saat melihat Gaza memasuki ruang meeting itu. Salah seorang diantara mereka memperkenalkan Gaza sebagai Head Promotion di sini. Dengan gayanya yang khas Gaza memberi seulas senyum yang terlihat sesuai dengan wajahnya yang angkuh. Dia memperlihatkan sikap seolah-olah tidak pernah mengenalku.
“Hai senang bertemu dengan anda dan saya harap anda bisa memberikan presentasi yang bagus,“ katanya dengan nada menantang.
Sekuat tenaga aku mencoba bersikap wajar dan mempresentasikan hasil rancangan iklan yang sudah dengan susah payah ku buat. Aku merasa semua orang yang ada diruangan ini terpukau oleh presentasiku hingga aku tersentak saat mendengar pertanyaan singkat dari Gaza.
“Apa anda akan melaksanakan pekerjaan ini sampai selesai? Karena menurut pengalaman saya, orang seperti anda tidak pernah menyelesaikan sesuatu yang sudah anda mulai.”
Kalimat itu sangat tajam dan langsung menusuk hulu hatiku. Gaza, sepertinya dia sangat membenciku.
”Saya selalu profesional dalam melakukan pekerjaan saya,” jawabku mempertahankan diri.
”Baiklah saya rasa cukup,” katanya seraya menghela napas dan menatapku dengan tajam.
Tanpa sepatah katapun dia meninggalkan ruangan meeting itu dan tidak menoleh sedikitpun ke arahku.
Aku benar-benar tidak bisa menahan perasaanku. Entah apa yang membuat airmataku mengalir deras dikamar ini. Apakah penyesasalan karena telah meninggalkan Gaza atau karena perlakuan Gaza yang begitu menyakitkan. Dulu dia tidak seperti itu padaku. Dia tidak pernah menatapku dengan sorot mata setajam itu tapi kini……
Aku menangis sesungutan sampai suara bell pintu berbunyi berkali-kali. Setelah meghapus airmatku dengan cepat ku buka pintu itu dan sureprise saat aku melihat sosok yang berdiri disana. Tampangnya kusut dan pakaiannya sedikit berantakan.
Tanpa permisi Gaza masuk ke kamar itu dan menarikku dengan kasar hingga terduduk di sudut tempat tidur. Dia berdiri dengan gelisah sambil sesekali mengepalkan tangan.
”Setelah lima tahun kenapa kamu harus muncul lagi disini?” tanyanya dengan suara serak menahan amarah.
Airmataku kembali menetes dengan derasnya.
“Maafin aku, aku sudah nyakitin kamu,” jawabku terbata-bata.
“Maaf itu nggak cukup membayar semuanya!”
Dengan tajam dia menatapku yang terdunduk sambil menangis sesungutan. Selang beberapa detik kemudian dengan langkah cepat dia meninggalkanku sendiri di kamar ini.
Setelah meninggalkan Gaza 5 yahun lalu banyak hal buruk yang terjadi padaku. Keluarga yang sangat marah hingga mama terkena serangan jantung. Beberapa kali aku mencoba menjalin hubungan dengan pria lain tapi tidak pernah berhasil. Aku menganggap itu adalah karma namun ku coba menanggung itu semua sebagai resiko dari jalan hidup yang ku pilih.
***
Sebulan sudah berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Gaza. Seperti biasa aku menjalankan hari-hariku dengan penuh semangat dan ide-ide brilliant. Walau sesekali penyesalan menghantui aku menepisnya dengan senyum lebar untuk memotivasi diriku sendiri.
Sore yang mendung di awal Desember. Satu-satu titik hujan sudah jatuh membasahi bumi. Saat aku hendak berlari menuju parkiran sebuah tangan menarikku dengan kuat dan membuatku berlari mengikutinya.
”Gaza...” aku kaget melihat kedatangannya yang tiba-tiba.
Di membuka pintu sebuah mobil dan menjalankan mobil itu menyusuri jalanan kota.
”Kok kamuada disini?” tanyaku heran.
”Untuk sebuah tujuan,” jawabnya datar sambil terus menyetir.
”Kita mau kemana?”
”Ke tempat yang seharusnya.”
Karena tidak menemukan jawaban yang jelas aku hanya diam sambil sesekali menoleh ke arahnya. Tidak seperti kemarin, hari ini Gaza seperti beberapa tahun yang lalu saat kami masih bersama. Tidak sepatah katapun terucap dari bibirnya hingga mobil itu parkir di Kantor Urusan Agama.
Dengan cepat dia turun dan membukakan pintu mobil untukku.
”Ngapain kita kesini?” tanyaku mencoba menahan langkahnya.
”Sekali ini percayalah padaku,” katanya. Hujan yang tadinya gerimis telah berubah menjadi hujan deras.
Begitu memasuki kantor KUA orang tuaku dan orang tua Gaza berada disana ditemani oleh 2 orang abang ku dan seorang wanita yang mengendong anak kecil yang disampingnya berdiri abang kandung Gaza. Ternyata anak itu adalah anak dari Bang Randy, sodara laki-laki Gaza satu-satunya.
”Tunggu, tolong jelaskan, sebenarnya ada apa ini,” bentakku karena aku merasa ini semua sangat tidak wajar.
Gaza yang dari tadi tidak mengatakan apa-apa akhirnya angkat bicara.
”Seharusnya kita di sini 5 tahun yang lalu sampai kamu pergi entah kemana. Begitu jauh tempat ini hingga kita baru sampai sekarang. Raya, jangan suruh aku mengulang semuanya dari awal karena Pak penghulu ini mau pulang ke rumahnya. Dia mengijinkan kita menikah hari ini dengan catatan kita akan datang ke Bimbingan Pernikahan mulai besok. Jadi please jangan mengecewakan Bapak penghulu ini,” kata Gaza panjang lebar.
Aku terdiam seribu bahasa, tidak ada yang bisa ku katakan sementara hatiku berteriak-teriak menjawab iya. Seketika itu aku merasa bahwa tidak pernah berpisah dengannya.
”Pak Penghulu tunggu apa lagi, ayo nikahkan kami,” kataku dengan penuh semangat.
Ribuan rintik hujan turut menjadi saksi pernikahan kami. Air mata haru keluarga menyadarkanku bahwa takdir tidak bisa ditipu atau dihindari. Sejauh apapun aku pergi jika dia sudah ditakdirkan maka akan berjumpa lagi.
***


5 Maret 2012 Dini Hari

Nite all

Jumat, 09 Maret 2012

MASIH

Sesaat kau hadir disini
Ditempat yang ku pikir cukup jauh untuk ku pergi
Hari ini kau hadir dengan semua keelokanmu
Masih menatapku dengan tatapan yang sama
Menyentuhku dengan kehangatan yang sama
Menertawakanku dengan suara yang sama
Membuatku terhanyut dengan cara yang sama
Rasanya aku tidak pernah pergi dan kau juga
Rasanya semua sama seperti saat kita memiliki rasa yang disebut cinta

Hey ternyata kau memang masih sama dengan dulu
Mimpimu masih jauh dengan mimpiku
Haluanmu jauh bertolak belakang dengan haluanku
Walau kita bersama diwaktu yang berbeda tapi rasanya masih sama,
dan aku masih merasa kau bukan untukku..

Sabtu, 03 Maret 2012

Tragedi

Wahai engkau yang selalu tersenyum, kau mengajariku untuk hanya menerima. Katamu banyak hal dalam hidup ini tidak sesuai dengan apa yg kita inginkan. Dan yang bisa kita lakukan hanyalah menerima.

Wahai engkau yang selalu menyapa dengan hangat, kau menyadarkan ku betapa diriku begitu sempurna dan bahagia. Tak ada yg perlu ku tangisi dan sesali karena aku sudah cukup dengan apa adanya diriku.

Wahai engkau yang selalu memandang dengan mata berbinar. Kau mengajarkanku betapa indahnya hidup ini. Bisa ku lihat itu terpancar dari matamu yg seteduh senja.

Ijinkan aku memberitahumu banyak hal. Tau kah kau sudah banyak mencuri waktu tidurku?? Heh...
Dalam waktu singkat kau mengajariku hal-hal berharga, memberi inspirasi, semangat dan kesenangan. Walau kadang aku merasa bosan mendengar celotehanmu tapi entah sejak kapan kau menjadi sesuatu yang selalu ku tunggu.

Hingga akhirnya ku sadar bahwa semua ini hanya sepenggal kisah tak berujung yang seharusnya tidak boleh terjadi.

Namun, saat aku harus berhenti melihatmu, tidak ada kalimat sempurna yang bisa menjelaskan betapa aku ingin kau tetap bersamaku. Aku hanya berhenti melihat tp tidak memikirkanmu..

2 maret 2012
Can't sleep

Selasa, 22 November 2011

MUAK

Rasanya sudah lama aku tidak melakukan ini.
Meluapkan sesak jiwa setetes demi setetes walaupun tidak akan sebanding dengan genangan prahara.
Ingin rasanya meneriakkan gemuruh jiwa pada unsur bumi yang tuli walaupun itu tidak akan membendung kehancuran rasa.

Tidak usah mendengarku karena aku tidak ingin siapapun mendengar.
Tidak usah melihatku karena aku tidak ingin dilihat.
Buta dan tulilah saja kalian karena aku akan menghilang.
Menghilang seperti aku datang dan tidak pernah menjadi bagian ini.

Dan saat aku melihat bayanganku sendiri, ia berkata:
"Ini adalah sepi yang dihadiahkan waktu yang tidak pernah bertanya apakah kau mampu
Atau mungkin permainan nasip yang selalu berjalan walau kau ingin berhenti sejenak"


Kali ini saja tolong izinkan aku berkata bahwa aku tidak mampu!!!